BAB
I
PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat
menentukan dalam suatu system pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum merupakan salah
satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Tujuan pendidikan di suatu bangsa atau Negara
ditentukan oleh falsafah dan pandangan hidup bangsa atau Negara tersebut.
Berbedanya falsafah dan pandangan hidup suatu bangsa atau Negara menyebabkan
berbeda pula tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan tersebut dan sekaligus
berpengaruh pada Negara tersebut. Untuk itu, perubahan politik pemerintahan
suatu Negara secara signifikan ikut mempengaruhi pendidikan yang dilaksanakan
dan berimbas pada pola kurikulum yang berlaku. Oleh karena itu, kurikulum
senantiasa bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan dengan berbagai
perkembangan yang terjadi, tanpa harus terlepas dari filosofi asas Negara dan
agama masyarakat.
Dengan
memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan
pembelajaran, methode, tekhnik, media pengajaran, dan alat evaluasi pengajaran
yang sesuai dan tepat. Untuk itu, dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan
sistem pendidikan ditentukan oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik,
intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh
karena itu, sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga kependidikan bidang
pendidikan Islam memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya
B. Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Kurikulum
2. Apa
Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
3. Bagaimana
Prinsip-Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
4. Apa
Tujuan Kurikulum Pendidikan Islam
5. Bagaimana
Isi Kurikulum Pendidikan Islam
1.
Untuk Mengetahui Apa Pengertian
Kurikulum
2.
Untuk Mengetahui Dasar Kurikulum
Pendidikan Islam
3.
Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip
Kurikulum Pendidikan Islam
4.
Untuk Mengetahui Tujuan Kurikulum
Pendidikan Islam
5.
Untuk Mengetahui Isi Kurikulum
Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa
Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti tempat berpacu.
Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno
yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari
garis start sampai garis finish.[1]
Dalam bahasa Arab, kata kurikulum bisa diungkapkan
dengan manhaj yang berarti jalan yang
terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan.[2]
Sedangkan arti “manhaj”/kurikulum
dalam pendidikan islam sebagaimana yang terdapat dala kamus al-Tarbiyah adalah seperangkat
perencanaan dala mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.
Defenisi-defenisi tentang kurikulum telah banyak
dirumuskan oleh para ahli pendidikan. Diantaranya defenisi yang dikemukakan
oleh M. Arifin yang memandang kurikulum sebagai “seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan pada proses kependidikan
dalam suatu system institusional pendidikan”.[3] Sementara
Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai “suatu
program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk
mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu”. [4]
Dari defenisi di atas, terlihat bahwa konsep dasar
kurikulum tidak hanya sebatas makna kata, akan tetapi juga harus menekankan
pada aspek fungsinya yang ideal. Diantaranya adalah :
1. Kurikulum
sebagai program studi, yaitu seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari
oleh anak didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
2. Kurikulum
sebagai content, yaitu memuat
sejumlah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku teks atau informasi
lainnya yang memungkinkan tmbulnya proses pembelajaran.
3. Kurikulum
sebagai kegiatan berencana, yaitu memuat kegiatan yang direncanakan tentang
hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaiman hal tersebut dapat
diajarkan secara efektif dan efisien.
4. Kurikulum
sebagai hasil belajar, yaitu memuat seperangkat tujuan yang utuh memperoleh
suatu hasil tertentu, tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk
memperoleh hasil-hasil yang di maksud. Dalam makna lain, memuat seperagkat
hasil belajar yang direncanakan da diinginkan.
5. Kurikulum
sebagai reproduksi cultural, yaitu proses transformasi dan refleksi butir-butir
kebudayaan masyarakat agar dimiliki dan dipahami peserta didik sebagai bagian
dari masyarakat tersebut.
6. Kurikulum
sebagai pengalaman belajar, yaitu keseluruhan pengalaman belajar yang
direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
7. Kurikulum
sebagai produksi, yaitu seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.[5]
Hasan Langgulung memadang bahwa paling tidak ada
empat komponen utama dalam kurikulum, yaitu :
1. Tujuan-tujuan
yang ingin dicapai oleh suatu jenjang pendidikan. Dengan lebih tegas lagi orang
yang bagaimana yang ingin dibentuk dengan kurikulum tersebut.
2. Pengetahuan
(knowlegde), informasi, data-data,
aktifitas dan pengalaman dari mana dan bagaiman yang dimuat oleh suatu
kurikulum. Dengan acuan ini akan dapat dirimuskan mata pelajaran mana yang
dibutuhkan, mata pelajaran mana yang bisa digabungkan dan mata pelajaran mana
yang tidak diperlukan.
3. Metode
dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh peserta didik-peserta didik untuk
membawa mereka ke arah yang dikehendaki kurikulum.
4. Metode
dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan
hasil proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.[6]
Herman H. Horne memberikan dasar penyusunan
kurikulum atas tiga macam, yaitu:
1. Dasar
Psikologis, digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh
dan kebutuhan peserta didik (the ability
and needs of children)
2.
Dasar Sosiologis, digunakan untuk
mengetahui tuntutan masyarakat (the
legitimate demands of society).
3.
Dasar Filosofis, digunakan untuk
mengetahui nilai yang akan dicapai (the
kind of universe in which we live).[7]
Bila di analisa lebih jauh, dasar kurikulum yang
ditawarkan di atas belum lengkap untuk dijadikan dasar kurikulum pendidikan
islam. Sebab, dalam pendidikan islam ada usaha-usaha untuk mentransfer dan
menanamkan nilai-nilai agama (ilahiah) sebagai titik central tujuan dan proses
pendidikan islam. Oleh karena itu, Al-Syaibany memberikan kerangka dasar yang
jelas tentang kurikulum islam, yaitu :
1. Dasar
Agama. Dasar ini hendaknya mejadi ruh dan target tertinggi dalam kurikulum.
Dasar agama dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus didasarkan pada
Alqur’an, al- Sunnah, dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
2. Dasar
Falsafah. Dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara
filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu
kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai
suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontology, epistimologi maupun
eksiologi.
3. Dasar
Psikologis. Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang
sejalan dengan cirri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai denga tahap
kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan
perorangan antara satu peserta didik dengan lainnya.
4. Dasar
Sosial. Dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan islam yang
tercermin pada dasar social yang mengandung cirri-ciri masyarakat Islam dan
kebudayaannya, baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan
adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Sebab, tidak ada suatu masyarakat yang tidak
berbuadaya dan tidak ada suatu kebudayaan yang tidak berada pada masyarakat.
Kaitannya dengan krikulum pendidikan islam sudah tentu kurikulum harung
mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.[8]
Menurut al-Syaibany, prinsip-prinsip yang harus
menjadi acuan kurikulum pendidikan Islam, meliputi :
1. Berorientasi
pada Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya.untuk itu, kurikulum yang
dirumuskan, baik yang berkaitan fasafah, tujuan kandungan, metode mengajar,
maupun cara-cara perlakuan dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam
lembaga-lembaga pendidikan harus bedasarkan pada agama dan akhlak Islam.
2. Prinsip
menyeluruh (universal), yaitu muatan kurikulum hendaknya berlaku secara
menyeluruh, tanpa terbatasi oleh masyarakat.
3. Prinsip
keseimbangan, yaitu muatan kurikulum hendaknya memuat ilmu dan aktivitas
belajar secara berkesinambungan pada jenjang pendidikan yang ditawarkan. Upaya
ini dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi pengulangan yang akan
membuat peserta didik jenuh dan kesimpangsiuran makna kebenaran ysng membuat
peserta didik bingung.
4. Prinsip-prinsip
interaksi antara kebutuhan peserta didik, pendidik dan masyarakat.
5. Prinsip
pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual antar peserta didik, baik perbedaan
dari segi bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan sebagainya.
6. Prinsip
perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan yang ada dengan tidak
mengabaikan nilai-nilai absolute (Ilahiah).
7. Prinsip
pertautan (integritas) antar mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan
aktiviti yang terkandung dalam kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dan
kebutuhan masyarakat.[9]
Untuk lebih melengkapi
prinsip-prinsip di atas, ada baiknya dilihat prinsip-prinsip kurikulum yang
ditawarkan oleh Zakiah Daradjat,[10]
yaitu :
1. Prinsip
relevansi dalam arti kesesuaian pendidikan dalam lingkungan hidup peserta
didik, relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
2. Prinsip
efektifitas, baik efektifitas mengajar peserta didik, ataupun efektifitas
belajar peserta didik.
3. Prinsip
efisiensi, baik dalam segi waktu, tenaga dan biaya.
4. Prinsip
fleksibilitas, artinya, ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit
kebebasan dalam bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemilihan
program pendidikan maupun dalam mengembangkan program pengajaran.
Tujuan adalah sesuatu yang penting
untuk dicapai oleh setiap manusia. Menurut Muhammad Munir, seperti yang dikutip
Abdul Majid dan Dian Andayani (2004:74), menjelaskan bahwa tujuan pendidikan
agama Islam yaitu:
1. Tercapainya manusia seutuhnya,
karena Islam itu adalah agama yang sempurna sesuai dengan firman-Nya.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan
nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu (QS. 5:3). Di antara
tanda predikat manusia seutuhnya adalah berakhlak mulia. Islam datang untuk
mengantarkan manusia seutuhnya sesuai dengan sabda Rasululllah Saw bahwa:
"sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia".
2. Tercapainya kebahagiaan dunia
akhirat, merupakan tujuan yang seimbang. Landasannya adalah "Di antara
mereka ada yang berkata, Ya tuhan kami berikanlah kepada kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari api neraka". Untuk
mencapai tujuan ini sangat dibutuhkan tidak saja ilmu agama yang sebatas ritual
(spritual) semata-mata, melainkan juga perlu ilmu umum yang berkaitan dengan
kehidupan dunia.
3. Menumbuhkan kesadaran manusia
mengabdi, dan patuh terhadap perintah dan menjauhi larangan-Nya. Seperti pesan
dalam sebuah ayat Allah : "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali
untuk mengabdi ke pada-Ku". Tujuan pendidikan Islam diproyeksikan agar
hidup manusia menjadi dekat dengan sang khaliq, karena itu ia harus mengabdi
setiap saat kapan di manapun.
Syarat-syarat yang perlu diajukan dalam perumusan
kurikulum, yaitu sebagai berikut :[11]
1. Materi
yang disusun tidak menyalahi fitrah manusia.
2. Adanya
relevansi dengan tujuan pendidikan islam, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri
dan beribadah kepada Allah SWT dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3. Disesuaikan
dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4. Perlunya
membawa peserta didik kepada objek empiris, praktik langsung dan memiliki
fungsi pragmatis, sehingga mereka mempunyai keterampilan-keterampilan yang
riil.
5. Penyusunan
kurikulum bersifat integral, terorganisasi, dan terlepas dari segala
kontradiksi antara materi satu dengan materi lainnya.
6. Materi
yang disusun memiliki relevansi dengan masalah-masalah yang mutakhir, yang
sedang dibicarakan, dan relevan dengan tujuan Negara setempat.
7. Adanya
metode yang mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memperhatikan
perbedaan masing-masing individu.
8. Materi
yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik.
9. Memperhatikan
aspek-aspek social, misalnya dakwah islamiyah.
10. materi
yang disusun mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta didik, sehingga
menjadikan kesempurnaan jiwanya.
11. Memperhatikan
kepuasan pembawaan fitrah, seperti memberikan waktu istirahat dan refreshing
untuk menikmati suatu kesenian.
12. Adanya
ilmu alat untuk mempelajari ilmu-ilmu lain.
Setelah syarat-syarat tersebut
dipenuhi, disusunlah isi kurikulum pendidikan islam. Ibnu khaldun, sebagaiman
yang dikutip oleh Al-Abrasy, membagi isi kurikulum pendidikan islam dengan dua
tingkatan, yaitu sebagai berikut :
1.
Tingkatan
Pemula (manhaj ibtida’i)
Materi kurikulum pemula difokuskan pada pembelajaran
Alqur’an dan AS-Sunnah. Ibnu Khaldun memandang bahwa Alqur’an merupakan asal
agama, sumber berbagai ilmu pengetahuan, dan asas pelaksana pendidikan islam.
Di samping itu, mengingat isi Alqur’an mencakup materi penanaman akidah dan
keimanan pada jiwa peserta didik, serta memuat akhlak mulia, dan pembinaan
pribadi menuju perilaku yang positif.
2.
Tingkat
Atas (manhaj ‘ali)
Kurikulum
tingkat ini mempunyai dua klasifikasi; Pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
dzatnya sendiri, seperti ilmu syariahyang mencakup fiqh, tafsir, hadits, ilmu
kalam, ilmu bumi, dan ilmu filsafat. Kedua, ilmu-ilmu yang ditujukan untuk
ilmu-ilmu lain, dan bukan berkaian dengan dzatnya sendiri. Misalnya ilmu bahasa
(liungistik), ilmu matematika, dan ilmu mantiq (logika).
Ibnu Khaldun kemudian membagi ilmu dengan tiga
kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Ilmu-ilmu
naqliyah, yaitu ilmu yang diambil dari Alqur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Seperti ilmu fiqh untuk mengetahui kewajiban-kewajiban beribadah; ilmu tafsir
untuk mengetahui maksud-maksud Alqur’an; ilmu ushul fiqh untuk
meng-istimbath-kan hukum berdasarkan Alqur’an dan As-Sunnah, serta ilmu-ilmu
lainnya.
b. Ilmu-ilmu
aqliyah,yaitu ilmu yang diambil dari daya pikiran manusia, seperti ilmu
filsafat, ilmu-ilmu mantiq (logika), ilmu bumi, ilmu kalam, ilmu teknik, ilmu
matematika, ilmu kimia, dan ilmu fisika.
c. Ilmu-ilmu
lisan (linguistic), seperti ilmu nahwu, ilmu bayan, ilmu adab (sastra).
Al- Ghazali dalam membagi isi kurikulum pendidikan
islam dengan empat kelompok dengan mempertimbangkan jenis, dan kebutuhan ilmu
itu sendiri, yaitu:
a. Ilmu-ilmu
Alqur’an dan ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu fiqh, As-Sunnah, tafsir dan
sebagainya.
b. Ilmu-ilmu
bahasa sebagai alat untuk mempelajari ilmu Alqur’an dan ilmu agama.
c. Ilmu-ilmu
yang fardhu kifayah, seperti ilmu kedokteran , matematika, industry, pertanian,
teknologi, dan sebagainya.
d. Ilmu-ilmu
beberapa cabang ilmu filsafat.
BAB III
PENUTUP
Kurikulum dalam pendidikan Islam,
dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui
oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai
suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
pendidikan. Pertimbangan-pertimbangan para ahli pendidikan Islam dalam
menentukan atau memilih kurikulum adalah dari segi agama akhlak/budi pekerti
dan berikutnya barulah dari segi kebudayaan dan manfaat.
Jika
diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi
sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya
ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar
dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
Penulis menyadari makalah ini
mungkin masih jauh dari kata sempurna.Akan tetapi bukan berarti makalah ini
tidak berguna. Besar harapan yang terpendam dalam hati semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangsih pada suatu saat terhadap makalah tema yang sama. Dan
dapat menjadi referensi bagi pembaca serta menambah ilmu pengetahuan bagi kita
semua. Kemudian mari kita banyak mempelajari semaksimal mungkin dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Daradjat,
Zakiah, dkk. 1992. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara.
Iskandar
Wiryokusumo dan Usman Mulyadi. 1988. Dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum.
Jakarta:
Bina Aksara.
al-Khuli,
Muhammad Ali. Dictionary of Education,
English-Arabic. Beirut: dar El- Ilm
Lil-Malayin.
Langgulung,
Hasan. 1988. Asas-asas Pendidikan Islam.
Jakarta: Pustaka al-Husna.
Langgulung,
Hasan. 1985. Pendidikan dan Peradaban
Islam. Jakarta: Pustaka al- Husna.
Muhain
dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran
Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya.
Ramayulis.
1994. ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia.
Umar,
Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Amzah.
[1] Ramayulis, ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hlm. 61
[2] ibid
[3] Muhammad Ali al-Khuli, Dictionary of Education, English-Arabic,
(Beirut: dar El-Ilm Lil-Malayin, tt), hlm. 105
[4] Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1992), hlm. 122
[5] Muhain dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis
dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993),
hlm. 185
[6] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta:
Pustaka al-Husna, 1988), hlm. 303
[7] Iskandar Wiryokusumo dan Usman
Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 49 dan 56
[8] Muhaini dan Abdul Mujib, Op.cit., hlm 85
[9] Zakiah Dradjat, dkk, Op.cit., hlm. 125
[10] Hasan Langgulung, Pendidikan dan
Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985), hlm. 7
[11] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), hlm. 172
Tidak ada komentar:
Posting Komentar